Paranoid sama "Pengawet"? -- Berikut Penjelasan Pengawet dan Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (BPOM, 2013). Bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bahan tambahan yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam pangan yang bertujuan untuk mempertahankan kesegaran, cita rasa, mengawetkan, pewarna dan pengeras. Selanjutnya adalah bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut. Beberapa bahan tambahan pangan yang diizinkan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang telur, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengeras, pewarna, penyadap rasa dan aroma, sekuestran dan pengawet.
Pengawet
Pengawet adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BPOM, 2013). Makanan yang ditambahkan pengawet bertujuan untuk memperpanjang massa simpan suatu makanan. Metode pengawetan secara fisik, biologi, dan kimia. Pengawetan fisik meliputi proses pelayuan, pemanasan, dan pendinginan. Pengawetan secara biologi melibatkan proses fermentasi yang menggunakan mikroba, sedangkan pengawetan kirmia merupakan pengawetan yang melibatkan bahan kimia. Pengawetan kimia sendiri dibagi menjadi dua, yaitu pengawetan dengan bahan alami dan bahan sintetis. Pengawetan kimia dengan bahan alami contohnya adalah dengan penambahan rempah-rempah, seperti bawang, kayumanis, jahe, dan lainnya ataupun dengan hasil metabolit bakteri, di mana bahan tersebut mempunyai kemampuan sebagai antimikroba, antibakteri, dan baktersidal. Pengawetan kimia dengan bahan sintetis, yaitu seperti dengan penggunaan garam dapur, gula, sodium nitrit, sodium nitrat, sodium asetat, asam benzoat, dan lainnya. Penggunaan pengawetan berbahan sintetis dianggap cukup praktis karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir pada pangan dan penggunaanya harus sesuai dengan batasan maksimum penggunaan agar masih aman dikonsumsi dan tidak menyebabkan efek samping pada tubuh manusia.
Jadi?
Dengan kata lain metode pengawetan secara kimia termasuk ke dalam bahan tambahan pangan, pengawet mempunyai peran dalam memperpanjang umur simpan, namun seringkali kita salah kaprah dan mengganggap bahwa pengawet bukanlah suatu hal yang aman dikonsumsi. Pengawetan makanan sebenarnya dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti dengan pemasakan, sterilisasi, penambahan antioksida, penyimpanan dingin dan lainya. Pengawetan yang tidak baik adalah pengawet yang bukan untuk makanan (non-food grade). Contoh dari pengawet yang dilarang adalah formalin dan boraks.
Pengawet yang diperbolehkan di daging
Pengawet yang diperbolehkan digunakan untuk daging menurut BPOM (2013) adalah sebagai berikut:
- Nitrit, seperti Kalium Nitrit dan Natrium Nitrit
Nitrit sering digunakan sebagai pengawet untuk bahan makanan yang berupa daging atau daging olahan dan juga korned kalengan. Batas maksimum penggunaan untuk bahan makanan berupa daging adalah 30 mg/ kg. Nitrit tidak boleh dikonsumsi dengan dosis tinggi karena bersifat toksis dan dapat berakibat fatal. Nitrit sering digunakan untuk curing daging agar tetap menstabilkan warna merah, dan dapat menghambat kebusukkan.
- Asam sorbat dan beserta garamnya
Asam sorbat sering digunakan sebagai bahan pengawet dalam bentuk garam kalsium, sodium atau potasium, di mana juga yang diperbolehkan dalam makanan adalah sekitar 0,2%. Asam sorbat dapat menghambat kapang, khamir, Salmonella sp., Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp. Batas maksimum penggunaan asam sorbat pada produk olahan daging adalah 1000 mg/ kg.
- Nitrat
Nitrat juga digunakan untuk pengawet daging olahan. Batas maksimum punggunaan Natrium Nitrat dan Kalium Nitrat adalah 50 mg/kg baik digunakan secara tunggal atau campuran. Bersama dengan nitrit, nitrat juga sering digunakan untuk curing daging agar daging tetap berwarna merah dan mencegah kebusukan dan menghambat mikroorganisme.
Referensi
BPOM RI. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia: Jakarta.